Berhenti dan lanjutkan ke konten lainnya
BNPL schemes are alluring but they coul

Data statistik Bank of International Settlements (BIS) menunjukkan bahwa lebih sedikit orang yang menggunakan uang tunai untuk pembayaran di banyak negara. Cina dan Swedia menonjol sebagai masyarakat cash-lite, dan banyak negara yang mulai mengikuti trend ini. Dari segi wilayah, Asia-Pasifik mengalahkan regional lain dalam hal adopsi pembayaran digital.

Inovasi-inovasi yang menarik dan menjamurnya belanja online telah menjamin kebangkitan pembayaran tanpa uang tunai.

Berbicara tentang eCommerce, 18% dari penjualan ritel global 2020 โ€“ senilai $4,28 triliun โ€“ terjadi secara online. Pangsa E-commerce global diperkirakan akan mencapai 21,8% pada tahun 2024.

Sebagai catatan generasi muda adalah satu-satunya pendorong pengadopsian eCommerce. Milenial berbelanja online tidak hanya untuk kenyamanan tetapi juga karena solusi bayar nanti. Skema Beli Sekarang, Bayar Nanti, (Buy Now, Pay Later, BNPL) sedang berkembang, terutamadi Asia Tenggara.

BNPL Bagaimana Cara Kerjanya?

Tidak ada yang lebih menarik bagi konsumen daripada membeli sekarang dan membayar nanti. Solusi pembiayaan point-of-sale memungkinkan pelanggan untuk memilih paket dan membayar produk/layanan dengan mencicil alih-alih melunaskan seluruh pembayaran.

Dapat ditebak BNPL adalah iterasi dari teknologi keuangan (FinTech). Solusi Bayar Nanti untuk mengatasi masalah spesifik di ruang belanja online, terutama biaya tinggi yang terkait dengan kartu kredit.

Fitur Pay Later muncul saat checkout. Seorang konsumen menerima produk/jasa, tetapi pembayarannya tersebar selama periode tertentu, seringkali 30 hari. Menariknya, konsumen yang mendaftar BNPL tidak dikenakan bunga atau biaya tambahan.

Mendaftar untuk Skema BNPL Sama dengan Mengambil Hutang

Aspek menarik dari solusi Pay Later adalah kenyamanan. Ini berarti konsumen dapat memanjakan rasa berkelas mereka tanpa memiliki uang tunai. Mungkin ini menjelaskan mengapa lebih banyak konsumen di India beralih ke skema BNPL di tengah pandemi virus corona.

Berhentinya kegiatan ekonomi secara tiba-tiba di India menjadi pukulan keras bagi kaum muda di negara tersebut. Tetapi demografi ini juga yang membentuk sebagian besar konsumen online. Oleh karena itu, pembiayaan point-of-sale adalah anugerah bagi banyak milenium India. Bahkan mereka yang berbelanja offline pun harus bertransisi untuk mengakses skema BNPL.

Layanan pay later di India rata-rata mengenakan biaya minimal sebesar Rs 250 ($3,42) untuk pembayaran terlambat, seringkali setelah 15 hari. Beberapa skema BNPL, seperti Kissht, membebankan bunga tahunan sebesar 21% atas tagihan yang telah jatuh tempo. Bagi mereka yang menggunakan ePayLater, mereka akan membayar bunga tahunan 36% untuk akun yang gagal bayar. Untungnya, banyak penyedia layanan Pay Later menerima konversi tagihan yang tertunda menjadi cicilan bulanan (equated monthly installments, EMI) hingga satu tahun, tetapi dengan biaya yang mahal.

Oleh karena itu, fasilitas BNPL adalah kewajiban utang dan bisa menjadi lebih mahal daripada produk pinjaman tradisional ketika gagal bayar.

Penyerapan Fasilitas BNPL yang Tidak Diatur Dapat Menghancurkan Skor Kredit Konsumen

Bagi kaum milenial mengambil tawaran Pay Later dengan sigap bukanlah suatu urusan yang harus dipikirkan matang-matang. Untuk dicatat bahwa kebiasaan belanja generasi muda berbeda dari rekan-rekan mereka yang lebih tua dan lebih suka pembayaran yang sederhana.

Tetapi karena semakin banyak perusahaan BNPL yang bermitra dengan ritel untuk menargetkan lebih banyak konsumen, penggunaan fasilitas yang tidak teregulasi menjadi perhatian. Masalah terbesar di sini adalah persepsi kaum milenial terhadap solusi BNPL. Hanya sedikit, itu pun kalau ada, yang tidak memandang solusi BNPL sebagai pengeluaran terhutang.

Baik anda memilih kartu kredit atau solusi Pay Later, semuanya sama dengan pengeluaran hutang. Meskipun perusahaan BNPL memiliki pengaturan pembatasan yang nyaman terhadap konsumen default, konsumen harus menyadari bahwa ini dapat berdampak buruk pada nilai kredit mereka.

Singkatnya, konsumen harus memperhatikan skema BNPL untuk menghindari jeratan utang. Secara khusus, mereka harus membaca dengan seksama untuk menghindari jebakan bahasa yang cerdik.

Artikel yang terhubung